Profil Desa Karangjengkol
Ketahui informasi secara rinci Desa Karangjengkol mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Karangjengkol, Kutasari, Purbalingga. Mengupas tuntas perannya sebagai pusat industri kerajinan sapu glagah, di mana ekonomi desa ditopang oleh tangan-tangan terampil warganya dalam mengolah sumber daya lokal.
-
Sentra Utama Industri Sapu Glagah
Karangjengkol adalah salah satu desa produsen sapu glagah terbesar dan terpenting di Kabupaten Purbalingga, dengan mayoritas warganya terlibat langsung dalam industri rumahan ini.
-
Ekonomi Berbasis Kerajinan Lokal
Perekonomian desa secara dominan digerakkan oleh satu komoditas unggulan, yaitu kerajinan sapu, yang menunjukkan model kemandirian ekonomi berbasis keterampilan dan sumber daya alam setempat.
-
Komunitas Perajin yang Solid
Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakatnya sangat komunal, dengan etos kerja keras dan solidaritas tinggi antar perajin yang menjadi modal sosial utama dalam menjaga keberlanjutan industri.

Jauh dari jalan raya utama, di lereng timur Gunung Slamet yang subur, Desa Karangjengkol di Kecamatan Kutasari telah memantapkan dirinya sebagai salah satu urat nadi utama industri kerajinan sapu glagah di Kabupaten Purbalingga. Hampir setiap rumah di desa ini adalah bengkel kerja, tempat di mana tangan-tangan terampil mengubah bunga ilalang menjadi alat kebersihan yang menjangkau jutaan rumah tangga di Indonesia. Dengan fondasi ekonomi yang bertumpu kuat pada industri rumahan ini, Karangjengkol menjelma menjadi potret desa yang mandiri, ulet dan berdaya saing tinggi.
Sebagai salah satu desa di Kecamatan Kutasari, Karangjengkol memiliki karakter pedesaan yang kental dengan topografi berbukit yang menawan. Namun keistimewaannya tidak terletak pada pariwisata, melainkan pada etos kerja dan semangat kewirausahaan warganya. Kehidupan di Karangjengkol berjalan seirama dengan siklus produksi sapu, mulai dari pencarian bahan baku di perbukitan, proses penjemuran yang khas, hingga deru mesin jahit yang merangkai setiap helai sapu. Desa ini adalah bukti nyata bahwa industri skala rumahan mampu menjadi penggerak ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan.
Jantung Industri Sapu Glagah
Identitas Desa Karangjengkol tidak dapat dipisahkan dari sapu glagah (atau sapu rayung). Desa ini, bersama beberapa desa tetangganya, membentuk sebuah klaster industri kerajinan yang sangat produktif. Keahlian ini bukanlah hal baru, melainkan sebuah warisan ekonomi dan budaya yang telah dihidupi selama beberapa generasi. Bagi warga Karangjengkol, membuat sapu bukan sekadar pekerjaan, melainkan bagian dari jati diri.
Proses produksi sapu di desa ini melibatkan hampir seluruh anggota komunitas dalam berbagai peran. Para lelaki seringkali bertugas mencari bahan baku bunga glagah (Saccharum spontaneum) di ladang atau perbukitan. Sementara itu, kaum perempuan dan anggota keluarga lainnya mengambil peran dalam proses inti: memilah, membersihkan, merapikan, dan yang terpenting, menjahit bunga glagah ke gagang kayu menggunakan mesin jahit khusus yang telah dimodifikasi. Suara mesin jahit yang bersahutan dari rumah ke rumah menjadi "musik" khas yang menandai produktivitas desa.
"Sejak kecil saya sudah terbiasa melihat orang tua membuat sapu. Keterampilan ini turun begitu saja, dan sekarang menjadi gantungan hidup keluarga kami," ujar seorang perajin sambil tangannya dengan cekatan mengarahkan gagang sapu di bawah jarum mesin jahit. "Hampir semua warga di sini bisa membuat sapu. Kalau tidak jadi perajin, ya jadi pemasok bahan baku atau pedagangnya."
Produk sapu dari Karangjengkol terkenal dengan kualitasnya yang prima—padat, tidak mudah rontok, dan tahan lama. Hasil produksi mereka diserap oleh para pengepul besar yang kemudian mendistribusikannya ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan hingga ke luar Jawa. Industri padat karya ini secara efektif menekan angka pengangguran dan menjadi jaring pengaman ekonomi yang vital bagi ribuan jiwa di desa ini.
Pertanian Sebagai Penopang Sekunder
Meskipun industri sapu menjadi primadona, sektor pertanian tetap memegang peranan penting sebagai penopang sekunder. Lahan-lahan di Karangjengkol, terutama yang tidak ditanami glagah, dimanfaatkan untuk menanam berbagai komoditas pertanian. Padi di lahan sawah tadah hujan dan palawija seperti jagung, singkong, serta sayuran menjadi sumber pangan untuk konsumsi keluarga sekaligus memberikan pendapatan tambahan.
Peternakan skala kecil, seperti memelihara kambing atau ayam, juga umum dijumpai di pekarangan rumah warga. Sektor pertanian dan peternakan ini menciptakan sistem ekonomi yang lebih berimbang, memastikan warga tidak hanya bergantung pada satu sumber pendapatan. Integrasi antara kedua sektor ini, di mana hasil pertanian menjadi pakan dan kotoran ternak menjadi pupuk, juga mulai diterapkan untuk meningkatkan efisiensi.
Kondisi Geografis dan Demografi
Desa Karangjengkol terletak di bagian utara Kecamatan Kutasari, sebuah wilayah dengan kontur perbukitan yang merupakan bagian dari kaki Gunung Slamet. Lokasi ini memberikan keuntungan berupa ketersediaan bahan baku glagah yang melimpah, meskipun di sisi lain menghadirkan tantangan berupa aksesibilitas.
Berdasarkan data resmi dan paling mutakhir dari publikasi "Kecamatan Kutasari dalam Angka 2024" yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Purbalingga, Desa Karangjengkol memiliki luas wilayah sebesar 2,01 kilometer persegi.
Di atas wilayah tersebut, tercatat jumlah penduduk Desa Karangjengkol pada akhir tahun 2023 sebanyak 3.424 jiwa. Dari kedua data ini, dapat dihitung tingkat kepadatan penduduk desa, yakni mencapai 1.703 jiwa per kilometer persegi. Angka kepadatan ini tergolong cukup tinggi untuk desa di area perbukitan, menunjukkan permukiman yang terkonsentrasi di lembah-lembah dan punggungan bukit yang lebih landai. Kode pos yang berlaku untuk Desa Karangjengkol dan seluruh wilayah Kecamatan Kutasari adalah 53361.
Kehidupan Sosial dan Tata Kelola Pemerintahan
Masyarakat Desa Karangjengkol dikenal memiliki semangat kerja keras dan solidaritas yang tinggi. Hubungan antarwarga, terutama dalam konteks ekonomi, sangat erat. Tidak jarang para perajin saling meminjamkan bahan baku atau membantu menyelesaikan pesanan jika ada yang kewalahan. Sistem sosial ini menjadi modal utama dalam menjaga keberlangsungan industri sapu di desa.
Lembaga kemasyarakatan seperti PKK, Karang Taruna, dan kelompok-kelompok perajin menjadi wadah penting bagi warga untuk berorganisasi dan menyalurkan aspirasi. Melalui kelompok-kelompok ini, berbagai program pelatihan dan bantuan dari pemerintah dapat disalurkan secara lebih efektif.
Pemerintah Desa Karangjengkol, di bawah kepemimpinan seorang Kepala Desa, memfokuskan program kerjanya pada penguatan ekonomi lokal. Upaya yang dilakukan antara lain adalah perbaikan infrastruktur jalan untuk melancarkan distribusi hasil kerajinan, memfasilitasi akses permodalan melalui lembaga keuangan mikro, dan menjalin kemitraan dengan pihak luar untuk memperluas jaringan pemasaran. Menjaga stabilitas dan keberlanjutan industri sapu glagah menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan desa.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Tantangan terbesar yang dihadapi Desa Karangjengkol adalah keberlanjutan industri utamanya. Persaingan dengan produk pembersih pabrikan yang lebih modern dan murah menjadi ancaman konstan. Selain itu, fluktuasi harga dan ketersediaan bahan baku juga seringkali menjadi kendala. Regenerasi perajin juga menjadi isu penting, karena generasi muda mungkin memiliki aspirasi karir yang berbeda.
Untuk menghadapi tantangan ini, inovasi menjadi kata kunci. Diversifikasi produk, misalnya dengan menciptakan kerajinan lain berbahan dasar glagah, atau inovasi pada desain dan pengemasan sapu agar memiliki nilai tambah, perlu dijajaki. Pemanfaatan teknologi digital untuk pemasaran langsung ke konsumen (B2C) juga bisa menjadi strategi untuk memotong rantai distribusi dan meningkatkan margin keuntungan bagi perajin.
Prospek masa depan Desa Karangjengkol tetap sangat menjanjikan. Desa ini telah memiliki satu keunggulan kompetitif yang sangat spesifik dan mengakar kuat. Dengan terus meningkatkan kualitas, berinovasi, dan memperkuat kelembagaan ekonomi lokal seperti koperasi, Karangjengkol tidak hanya akan bertahan sebagai produsen sapu glagah, tetapi berpotensi menjadi pusat industri kreatif pedesaan yang diakui secara nasional. Desa ini adalah bukti bahwa dari hal yang sederhana seperti sebatang sapu, sebuah kemandirian ekonomi yang kokoh dapat dibangun.